Selasa, 04 Desember 2012

Sejuta Kenangan Yang Tertinggal

SEJUTA KENANGAN YANG TERTINGGAL
Cerpen By : Reectavera
Malam itu kupandangi foto keluargaku. Foto itu menyisakan sejuta kenangan. Dulu keluargaku harmonis dan serba berkecukupan. Tapi setelah Ayahku diPHK, ekonomi keluargaku menjadi tidak karuan. Kesana kemari Ayahku berusaha mencari pekerjaan untuk menyambung hidupku, ibuku, dan dua adikku yang masih kecil. Sampai suatu ketika Ayahku bertemu dengan Pak Luqman, rekan kerjanya dulu yang amat baik hati. Berkat Pak Luqman, Ayahku kini bisa bekerja walau sekedar menjadi sopir di toko bangunan. Keluargaku amat berterimakasih kepada Pak Luqman yang telah mencarikan profesi untuk Ayahku.
Tapi sepertinya, dengan gaji yang tidak seberapa, agaknya Ayahku terbebani dengan biaya sekolahku. Aku pun prihatin dengan kondisi ekonomi keluargaku sekarang. Aku sungguh tidak tahan dengan semua keadaan ini. Maka dari itu, aku berniat mengemasi barangku dan pergi dari rumah untuk mengadu nasib. Mungkin aku terlalu jahat telah meninggalkan keluargaku begitu saja.
Entah kemana aku harus pergi. Tapi tidak sulit bagiku menemukan tempat tinggal yang baru. Kini, aku tinggal di rumah tante. Aku bekerja sebagai pembantu di rumahnya. Lumayan, dia kan seorang pengusaha yang sukses. Jadi, aku bekerja sambil sekolah. Setiap pulang sekolah aku harus bekerja. Ya, hitung-hitung untuk nambahi biaya sekolahku. Sebenarnya keadaan seperti ini sedikit mengganggu belajarku. Tapi mau bagaimana lagi, kenyataan hidup seperti ini harus kuterima dan kujalani. Aku hanya menanti Allah berbelas kasih kepadaku. Kupikir ini semua terlalu kejam bagiku.
Suatu malam ketika hujan deras disertai gemuruh petir, kudengar Hpku berbunyi dengan nada dering “Always Be There”. Kuangkat telepon, lalu,”Halo, ini siapa ya?tanyaku.”Ini Ibumu, Nak. Ibu mau memberi kabar bahwa Pak Luqman meninggal dunia malam ini karena kecelakaan. Besok kamu ke rumahnya ya, Nak.”ungkap ibu.”Innalillahi..Ya Allah, iya Bu, besok saya ke sana.”aku sangat terpukul mendengar berita ini.  Belum sempat aku membalas kebaikan Pak Luqman, mengapa telah kau ambil dulu nyawanya ya Allah.
Keesokan harinya, usai pulang sekolah aku langsung ke kediaman Alm. Pak Luqman. Aku berkumpul bersama keluarga dan kerabatnya yang sedang berkabung. Di situ aku memanjatkan do’a untuk arwahnya. Semoga Allah memberikan tempat terbaik untuknya. Aku tak kuasa menahan tangis di tengah suasana duka ini. Sangat ironis rasanya kehilangan seorang pahlawan yang telah menolong keluargaku. Rasa sedih dan pilu semakin merambah di dalam hatiku. Mengapa Tuhan sekejam ini kepadaku. Aku hanya bisa merenung dan meratapi nasibku.
Beberapa hari setelah kepergian Pak Luqman, ada saja cobaan yang datang menimpaku lagi. Tiba-tiba di sore hari ketika aku sedang bekerja di rumah tante, aku mendapatkan telepon dari teman kerja Ayahku. Dia berkata bahwa Ayahku baru saja kecelakaan saat mengantarkan barang. Aku sempat shock, dengan tergesa-gesa aku langsung meninggalkan pekerjaanku dan menuju ke rumah sakit.
Aku telah sampai di ruang UGD. Betapa tersayatnya hatiku ketika melihat Ayahku kritis bersimbah darah tak berdaya. Di situ aku menangis sejadi-jadinya. Tak berapa lama Ibuku dan dua adikku datang. Banjir sudah air mata kami semua. Tidak lama setelah Ayah mendapat penanganan intensif, Ayah mengatakan beberapa kalimat kepadaku, “Reva, Maafkan Ayah karena tidak mampu menuruti semua inginmu sehingga kamu kecewa dan pergi dari rumah. Ayah mohon kembalilah ke rumah dan bersama lagi dengan Ibu dan adik-adikmu, Nak, jagalah mereka. Kamu adalah tumpuan harapan bagi Ayah dan keluargamu. Jangan pernah putus asa dengan keadaan hidup, Nak. Tetaplah berusaha!! ” Aku hanya bisa menangis tersedu-sedu mendengar kata-kata terakhir dari Ayah. Lalu, aku tak bisa mencegah malaikat maut menjemput Ayah ,“Ayaaaahh!!” teriakku sekeras mungkin. Ayah sudah pergi. “Nak, relakan Ayahmu pergi, ini semua sudah kehendak Tuhan. Biarkan Ayahmu menyusul Pak Luqman. Agar mereka bisa bersama di sana dengan tenang.”kata-kata Ibu sejenak menenangkan hatiku. Kuhapus air mataku dan kulihat di luar seakan-akan ruh Ayah dan Pak Luqman tersenyum kepadaku. Lalu, aku pulang ke rumah bersama Ibu dan adik-adikku. :: SELAMAT JALAN AYAH ::
Kini aku dan ibuku harus bekerja demi membesarkan adik-adikku. Sungguh tak pernah kusangka hidupku akan seperti ini setelah dulu hidupku penuh dengan kenikmatan dan apapun yang kuinginkan serba ada. Namun aku lalai dengan semua itu, aku menjadi sombong, dan aku jauh dari Tuhan. Sekarang, semua yang kupunya telah diambil olehNya. Aku tak punya apa-apa, aku benar-benar terjatuh. Mungkin dengan begini, aku bisa lebih dekat dengan Tuhan dan menyadari bahwa apa yang kita punyai adalah titipan dariNya yang tak pantas membuat kita lalai untuk bersyukur kepadaNya. Inilah akhir kisahku, semua ini menjadi pelajaran besar bagiku, semua yang kupunya hanya tinggal kenangan. Semoga kisah ini bisa menggetarkan hati para pembaca sehingga selalu ingat dengan Tuhan dan tidak lalai kepadaNya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar