SEJUTA
KENANGAN YANG TERTINGGAL
Cerpen
By : Reectavera
Malam
itu kupandangi foto keluargaku. Foto itu menyisakan sejuta kenangan. Dulu
keluargaku harmonis dan serba berkecukupan. Tapi setelah Ayahku diPHK, ekonomi
keluargaku menjadi tidak karuan. Kesana kemari Ayahku berusaha mencari
pekerjaan untuk menyambung hidupku, ibuku, dan dua adikku yang masih kecil.
Sampai suatu ketika Ayahku bertemu dengan Pak Luqman, rekan kerjanya dulu yang
amat baik hati. Berkat Pak Luqman, Ayahku kini bisa bekerja walau sekedar
menjadi sopir di toko bangunan. Keluargaku amat berterimakasih kepada Pak
Luqman yang telah mencarikan profesi untuk Ayahku.
Tapi
sepertinya, dengan gaji yang tidak seberapa, agaknya Ayahku terbebani dengan
biaya sekolahku. Aku pun prihatin dengan kondisi ekonomi keluargaku sekarang.
Aku sungguh tidak tahan dengan semua keadaan ini. Maka dari itu, aku berniat
mengemasi barangku dan pergi dari rumah untuk mengadu nasib. Mungkin aku terlalu jahat
telah meninggalkan keluargaku begitu saja.
Entah
kemana aku harus pergi. Tapi tidak sulit bagiku menemukan tempat tinggal yang
baru. Kini, aku tinggal di rumah tante. Aku bekerja sebagai pembantu di
rumahnya. Lumayan, dia kan seorang pengusaha yang sukses. Jadi, aku bekerja
sambil sekolah. Setiap pulang sekolah aku harus bekerja. Ya, hitung-hitung
untuk nambahi biaya sekolahku. Sebenarnya keadaan seperti ini sedikit
mengganggu belajarku. Tapi mau bagaimana lagi, kenyataan hidup seperti ini
harus kuterima dan kujalani. Aku hanya menanti Allah berbelas kasih kepadaku.
Kupikir ini semua terlalu kejam bagiku.
Suatu
malam ketika hujan deras disertai gemuruh petir, kudengar Hpku berbunyi dengan
nada dering “Always Be There”.
Kuangkat telepon, lalu,”Halo, ini siapa
ya?”tanyaku.”Ini Ibumu, Nak.
Ibu mau memberi kabar bahwa Pak Luqman meninggal dunia malam ini karena
kecelakaan. Besok kamu ke
rumahnya ya, Nak.”ungkap
ibu.”Innalillahi..Ya Allah, iya Bu, besok
saya ke sana.”aku sangat terpukul mendengar berita ini. Belum sempat aku membalas kebaikan Pak
Luqman, mengapa telah kau ambil dulu nyawanya ya Allah.
Keesokan
harinya, usai pulang sekolah aku langsung ke kediaman Alm. Pak Luqman. Aku
berkumpul bersama keluarga dan kerabatnya yang sedang berkabung. Di situ aku
memanjatkan do’a untuk arwahnya. Semoga Allah memberikan tempat terbaik
untuknya. Aku tak kuasa menahan tangis di tengah suasana duka ini. Sangat
ironis rasanya kehilangan seorang pahlawan yang telah menolong keluargaku. Rasa
sedih dan pilu semakin merambah di dalam hatiku. Mengapa Tuhan sekejam ini
kepadaku. Aku hanya bisa merenung dan meratapi nasibku.
Beberapa
hari setelah kepergian Pak Luqman, ada saja cobaan yang datang menimpaku lagi.
Tiba-tiba di sore hari ketika aku sedang bekerja di rumah tante, aku
mendapatkan telepon dari teman kerja Ayahku. Dia berkata bahwa Ayahku baru saja
kecelakaan saat mengantarkan barang. Aku sempat shock, dengan tergesa-gesa aku
langsung meninggalkan pekerjaanku dan menuju ke rumah sakit.
Aku
telah sampai di ruang UGD. Betapa tersayatnya hatiku ketika melihat Ayahku
kritis bersimbah darah tak berdaya. Di situ aku menangis sejadi-jadinya. Tak
berapa lama Ibuku dan dua adikku datang. Banjir sudah air mata kami semua.
Tidak lama setelah Ayah mendapat penanganan intensif, Ayah mengatakan beberapa
kalimat kepadaku, “Reva, Maafkan Ayah karena
tidak mampu menuruti semua inginmu sehingga kamu kecewa dan pergi dari rumah.
Ayah mohon kembalilah ke rumah dan
bersama lagi dengan Ibu dan adik-adikmu, Nak, jagalah mereka. Kamu adalah
tumpuan harapan bagi Ayah dan keluargamu. Jangan pernah putus asa dengan
keadaan hidup, Nak. Tetaplah berusaha!! ” Aku hanya bisa menangis
tersedu-sedu mendengar kata-kata terakhir dari Ayah. Lalu, aku tak bisa
mencegah malaikat maut menjemput Ayah ,“Ayaaaahh!!”
teriakku sekeras mungkin. Ayah sudah pergi. “Nak, relakan Ayahmu pergi, ini semua sudah kehendak Tuhan. Biarkan
Ayahmu menyusul Pak Luqman. Agar mereka bisa bersama di sana dengan tenang.”kata-kata
Ibu sejenak menenangkan hatiku. Kuhapus air mataku dan kulihat di luar
seakan-akan ruh Ayah dan Pak Luqman tersenyum kepadaku. Lalu, aku pulang ke
rumah bersama Ibu dan adik-adikku. ::
SELAMAT JALAN AYAH ::
Kini aku dan ibuku harus bekerja demi
membesarkan adik-adikku. Sungguh tak pernah kusangka hidupku akan seperti ini
setelah dulu hidupku penuh dengan kenikmatan dan apapun yang kuinginkan serba
ada. Namun aku lalai dengan semua itu, aku menjadi sombong, dan aku jauh dari
Tuhan. Sekarang, semua yang kupunya telah diambil olehNya. Aku tak punya
apa-apa, aku benar-benar terjatuh. Mungkin dengan begini, aku bisa lebih dekat
dengan Tuhan dan menyadari bahwa apa yang kita punyai adalah titipan dariNya
yang tak pantas membuat kita lalai untuk bersyukur kepadaNya. Inilah akhir
kisahku, semua ini menjadi pelajaran besar bagiku, semua yang kupunya hanya
tinggal kenangan. Semoga kisah ini bisa menggetarkan hati para pembaca sehingga
selalu ingat dengan Tuhan dan tidak lalai kepadaNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar