Dua Pilihan, Satu Keputusan
Cerpen by : Reekha Muntaza
Oktavera
Hidup ini memang bergelombang. Kadang indah, kadang
juga susah. Mungkin itulah yang tengah kualami. Sebut saja namaku Echa. Aku
adalah anak bungsu dari lima bersaudara, dan aku sendirilah yang perempuan.
Karena saudaraku laki-laki semua.
Kisahku ini bermula ketika aku
baru saja menduduki bangku SMP. Di SMPku tersebut aku mengikuti ekskul bela
diri. Semua pasti tahu kalau ekskul tersebut mayoritas diikuti oleh para cowok
dan dilatih oleh para cowok juga. Entah kenapa aku sebagai seorang cewek sangat
menyukai ekskul yang bisa dibilang keras tersebut. Mungkin karena dorongan
batin dari Ayahku yang juga seorang pendekar.
Sebelumnya aku mengikuti ekskul
itu dengan niat untuk menambah ilmu tentang bela diri. Tapi siapa sangka, kalau
pada akhirnya aku dipertemukan dengan seorang cowok handsome yang merupakan pelatih ekskul tersebut dan kebetulan
melatihku pada saat itu. Sehingga terasa benih-benih rasa suka yang tertanam
dalam hatiku kepada cowok tersebut karena seringkali berjumpa pada saat
latihan. Dan tak bisa kupungkiri lagi bahwa sekarang niatku bukan hanya untuk
menambah ilmu, tetapi juga untuk berjumpa dengan cowok tersebut. Setelah
beberapa kali berjumpa dalam latihan, akhirnya dia memperkenalkan dirinya
kepadaku dan ke beberapa temanku yang baru saja ikut ekskul ini. Setelah
perkenalan tersebut, tiba-tiba salah seorang teman perempuanku menanyakan
alamat FBnya. Setelah dia memberitahukan hal tersebut, aku diam-diam mencoba
membuka FB miliknya sesaat setelah usai latihan. Aku berharap aku bisa di-Add
olehnya.
Singkat cerita, setelah aku dan
dia terlibat obrolan dalam jejaring sosial Facebook, dia bertanya kepadaku
apakah aku sudah memiliki pacar. Lalu
kujawab saja dengan jujur dan polos bahwa aku belum memiliki pacar. Kemudian
setelah dia tahu bahwa aku masih jomblo, dia meminta nomor ponselku supaya dia
bisa menghubungiku dengan mudah lewat Hp. Karena sebelumnya sudah kuungkapkan
bahwa aku mulai menaruh hati padanya, tanpa ragu lagi kuberikan nomor ponselku
padanya.
Besoknya sepulang dari sekolah,
aku membuka ponselku dan mendapati ada nomor asing yang menyapaku lewat sebuah
SMS,
“Ehm,
Hai Echa..”
Kemudian
kubalas saja SMS itu dan meskipun aku sudah menduga kalau itu dia, aku
berpura-pura bertanya tentang siapa pemilik nomor asing tersebut untuk lebih
meyakinkanku,
“Ini
nomornya siapa ya..??”
Tak
beberapa lama, dia membalas SMSku tersebut,
“Ini
aku, Dwiga..” Begitulah dia menyebut namanya.
Melihat
balasannya tersebut, rasa gemetar dalam hatiku bercampur senang tak bisa luput.
Sejak saat itulah aku dan Dwiga
berhubungan lewat Hp. Setiap hari bahkan setiap waktu yang ada dia sempatkan
untuk SMS aku. Kian hari aku kian lengket dengan Dwiga. Hingga pada suatu
malam, dia bertanya tentang hatiku. Apakah hatiku in ada rasa kepadanya. Semula
aku
sangat
malu dan ragu untuk mengungkapkannya. Tetapi Dwiga terus membujukku hingga aku
mau terus terang padanya. Dan tanpa basa-basi lagi, aku katakan dengan terus
terang bahwa aku menyukainya. Dan yang paling tak kusangka, dia mengungkapkan
bahwa dia juga ada rasa padaku lewat SMS,
“Kalau
boleh jujur, sebenarnya aku juga suka sama kamu. Tapi ini rahasia lho Beib. Karena aku gak mau pelatih dan
murid yang lain tahu.” Begitulah dia mengungkapkan isi hatinya padaku dan
pertama kali itu juga dia sudah memanggilku “BEIB” , kata panggilan yang biasa diberikan oleh seseorang kepada
pacarnya. Padahal aku belum mengikat hubungan apa-apa dengannya. Oh Tuhan,
mungkinkah ini hanya sandiwara saja...
Selang beberapa hari kemudian, dengan beberapa untaian
kata-kata cinta yang romantis yang dilontarkan Dwiga lewat SMS kepadaku, pada
akhir kalimat Dwiga menyatakan cinta kepadaku dan menginginkan aku untuk
menjadi kekasihnya. Aduh Tuhan, aku sungguh seperti bermimpi. Pelatihku yang handsome itu ternyata mencintaiku.
Sebenarnya aku masih ragu untuk memberi jawaban. Tetapi hati ini terus
memberontak. Tak ada salahnya aku dan Dwiga berpacaran karena kita berdua sudah
saling suka. Akhirnya, aku terima cintanya tersebut dan mulai saat itu aku
berpacaran dengan Dwiga, seorang pelatih ekskul bela diri di sekolahanku.
Walaupun usiaku 4 tahun lebih muda daripada Dwiga yang kini telah duduk di
kelas 1 SMA, hubunganku dengan dia tetap saja romantis bagaikan Leonardo de
Caprio dan Kate Winslett dalam film kesukaanku, Titanic. Hehehe. Meski begitu,
hubungan kami tetap lancar tanpa sepengetahuan pelatih yang lain.
Semenjak Dwiga menjadi pacarku,
semangat belajarku serasa kian meningkat dan nilai ulanganku pun bagus-bagus berkat
Dwiga. Bagiku, Dwiga merupakan cowok penyemangat hidupku. Kesetiaannya padaku tak
pernah luput. Setiap waktu dia selalu mengingatku dan menghubungiku. Dan saat
latihan pun, Dwiga senantiasa memusatkan perhatian yang lebih kepadaku. Sampai
suatu ketika membuat jealous beberapa
teman perempuanku yang ikut ekskul sama denganku. Tanpa sepengetahuanku dan
Dwiga, beberapa dari mereka mengorek obrolan yang pernah terjadi antara aku
dengan Dwiga di Facebook. Setelah mereka akhirnya tahu bahwa ad hubungan special
antara aku dengan Dwiga, mereka tiba-tiba melabrakku dan aku sungguh tak tahu
apa maksud mereka. Ternyata mereka juga menyukai Dwiga dan jealous terhadap
cewek yang dekat dengan Dwiga. Lalu,
mereka spontan menjauhiku sehingga aku kalut saat itu karena ditinggal oleh
teman-teman. Di saat itupun, Dwiga datang menghubungiku lewat SMS dan mencoba
menenangkanku walaupun Dwiga sedang menuntut ilmu di sekolah lain yang tidak
setingkat denganku.
Teman-temanku ternyata tak hanya
menjauhiku saja, tetapi mereka juga menyebarkan berita tentang hubunganku
dengan Dwiga. Sehingga beberapa pelatih akhirnya tahu tentang hubunganku dengan
Dwiga. Di lain kondisi Dwiga selalu mencoba menenangkan hatiku dan menjaga erat
hubungan kami.
Hari demi hari kulalui terasa
indah dengan Dwiga. Lebih-lebih ketika latihan. Dwiga tak segan-segan
menunjukkan kasih sayangnya yang lebih kepadaku di hadapan teman-temanku yang
lain. Sudah sebulan lamanya aku menjalin asmara dengan Dwiga. Tepat pada malam
akhir bulan Oktober. Tiba-tiba Ayahku ingin berbicara serius kepadaku. Beliau
berkata bahwa aku merupakan gadis satu-satunya yang ia miliki. Karena itu, Ayah
ingin aku memilih di antara dua pilihan yaitu Cita-cita atau Cinta. Aku harus
memilih salah satu dari itu yang merupakan keputusan terbaikku. Entah sebab apa
dan darimana Ayah tahu tentang cintaku kepada seorang pelatih. Beliau berkata
kalau aku memilih cita-cita, aku harus meninggalkan cinta, aku tak boleh jatuh
cinta apalagi bercinta dengan cowok siapapun sebelum waktunya, temasuk pelatih
ekskul bela diriku yang mayoritas cowok. Aku sudah menduga kalau Ayah sudah
mengetahui hubunganku dengan Dwiga melalui mata batinnya. Perasaanku sudah
tegang saat itu. Kemudian aku terlepas dari ketegangan dan sejenak berfikir.
Sebaiknya aku memilih cita-cita. Karena usiaku masih belia dan harus melepaskan
segala cinta yang ada pada diriku saat ini. Ayah tersenyum mendengar
keputusanku itu. Namun, aku tak kan pernah bisa melepas Dwiga dari hatiku.
Keesokan harinya, dengan berat
hati ku memutuskan hubunganku dengan Dwiga. Karena sebenarnya kami berdua masih
saling mencintai dan menyayangi. Tapi mau bagaimana lagi. Orang tuaku sudah
mengambilkan jalan yang terbaik untukku dan masa depanku. Di saat itu,
teman-teman perempuanku malah tersenyum bahagia karena sudah tiada lagi cewek
yang dekat dengan Dwiga sehingga mereka mengambil kesempatan dalam hal ini.
Sebenarnya Dwiga juga belum bisa menerima keputusanku, tapi dengan berat hati
dia akhirnya bisa mengerti juga. Dan mulai kini, aku memusatkan diri pada
cita-citaku. Dan untuk Dwiga, sayangku. Aku masih menyayangimu walau kini kita
telah berpisah dan aku telah berpaling pada keputusan yang terbaik untuk masa
depanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar