Selasa, 20 November 2012

Dua Pilihan, Satu Keputusan


Dua Pilihan, Satu Keputusan
Cerpen by : Reekha Muntaza Oktavera
Hidup ini memang bergelombang. Kadang indah, kadang juga susah. Mungkin itulah yang tengah kualami. Sebut saja namaku Echa. Aku adalah anak bungsu dari lima bersaudara, dan aku sendirilah yang perempuan. Karena saudaraku laki-laki semua. 
                Kisahku ini bermula ketika aku baru saja menduduki bangku SMP. Di SMPku tersebut aku mengikuti ekskul bela diri. Semua pasti tahu kalau ekskul tersebut mayoritas diikuti oleh para cowok dan dilatih oleh para cowok juga. Entah kenapa aku sebagai seorang cewek sangat menyukai ekskul yang bisa dibilang keras tersebut. Mungkin karena dorongan batin dari Ayahku yang juga seorang pendekar.
                Sebelumnya aku mengikuti ekskul itu dengan niat untuk menambah ilmu tentang bela diri. Tapi siapa sangka, kalau pada akhirnya aku dipertemukan dengan seorang cowok handsome yang merupakan pelatih ekskul tersebut dan kebetulan melatihku pada saat itu. Sehingga terasa benih-benih rasa suka yang tertanam dalam hatiku kepada cowok tersebut karena seringkali berjumpa pada saat latihan. Dan tak bisa kupungkiri lagi bahwa sekarang niatku bukan hanya untuk menambah ilmu, tetapi juga untuk berjumpa dengan cowok tersebut. Setelah beberapa kali berjumpa dalam latihan, akhirnya dia memperkenalkan dirinya kepadaku dan ke beberapa temanku yang baru saja ikut ekskul ini. Setelah perkenalan tersebut, tiba-tiba salah seorang teman perempuanku menanyakan alamat FBnya. Setelah dia memberitahukan hal tersebut, aku diam-diam mencoba membuka FB miliknya sesaat setelah usai latihan. Aku berharap aku bisa di-Add olehnya.
                Singkat cerita, setelah aku dan dia terlibat obrolan dalam jejaring sosial Facebook, dia bertanya kepadaku apakah aku sudah memiliki  pacar. Lalu kujawab saja dengan jujur dan polos bahwa aku belum memiliki pacar. Kemudian setelah dia tahu bahwa aku masih jomblo, dia meminta nomor ponselku supaya dia bisa menghubungiku dengan mudah lewat Hp. Karena sebelumnya sudah kuungkapkan bahwa aku mulai menaruh hati padanya, tanpa ragu lagi kuberikan nomor ponselku padanya.
                Besoknya sepulang dari sekolah, aku membuka ponselku dan mendapati ada nomor asing yang menyapaku lewat sebuah SMS,
“Ehm, Hai Echa..”
Kemudian kubalas saja SMS itu dan meskipun aku sudah menduga kalau itu dia, aku berpura-pura bertanya tentang siapa pemilik nomor asing tersebut untuk lebih meyakinkanku,
“Ini nomornya siapa ya..??”
Tak beberapa lama, dia membalas SMSku tersebut,
“Ini aku, Dwiga..” Begitulah dia menyebut namanya.
Melihat balasannya tersebut, rasa gemetar dalam hatiku bercampur senang tak bisa luput.
                Sejak saat itulah aku dan Dwiga berhubungan lewat Hp. Setiap hari bahkan setiap waktu yang ada dia sempatkan untuk SMS aku. Kian hari aku kian lengket dengan Dwiga. Hingga pada suatu malam, dia bertanya tentang hatiku. Apakah hatiku in ada rasa kepadanya. Semula aku
sangat malu dan ragu untuk mengungkapkannya. Tetapi Dwiga terus membujukku hingga aku mau terus terang padanya. Dan tanpa basa-basi lagi, aku katakan dengan terus terang bahwa aku menyukainya. Dan yang paling tak kusangka, dia mengungkapkan bahwa dia juga ada rasa padaku lewat SMS,
“Kalau boleh jujur, sebenarnya aku juga suka sama kamu. Tapi ini rahasia lho Beib. Karena aku gak mau pelatih dan murid yang lain tahu.” Begitulah dia mengungkapkan isi hatinya padaku dan pertama kali itu juga dia sudah memanggilku “BEIB” , kata panggilan yang biasa diberikan oleh seseorang kepada pacarnya. Padahal aku belum mengikat hubungan apa-apa dengannya. Oh Tuhan, mungkinkah ini hanya sandiwara saja...
Selang beberapa hari kemudian, dengan beberapa untaian kata-kata cinta yang romantis yang dilontarkan Dwiga lewat SMS kepadaku, pada akhir kalimat Dwiga menyatakan cinta kepadaku dan menginginkan aku untuk menjadi kekasihnya. Aduh Tuhan, aku sungguh seperti bermimpi. Pelatihku yang handsome itu ternyata mencintaiku. Sebenarnya aku masih ragu untuk memberi jawaban. Tetapi hati ini terus memberontak. Tak ada salahnya aku dan Dwiga berpacaran karena kita berdua sudah saling suka. Akhirnya, aku terima cintanya tersebut dan mulai saat itu aku berpacaran dengan Dwiga, seorang pelatih ekskul bela diri di sekolahanku. Walaupun usiaku 4 tahun lebih muda daripada Dwiga yang kini telah duduk di kelas 1 SMA, hubunganku dengan dia tetap saja romantis bagaikan Leonardo de Caprio dan Kate Winslett dalam film kesukaanku, Titanic. Hehehe. Meski begitu, hubungan kami tetap lancar tanpa sepengetahuan pelatih yang lain.
                Semenjak Dwiga menjadi pacarku, semangat belajarku serasa kian meningkat dan nilai ulanganku pun bagus-bagus berkat Dwiga. Bagiku, Dwiga merupakan cowok penyemangat hidupku. Kesetiaannya padaku tak pernah luput. Setiap waktu dia selalu mengingatku dan menghubungiku. Dan saat latihan pun, Dwiga senantiasa memusatkan perhatian yang lebih kepadaku. Sampai suatu ketika membuat jealous beberapa teman perempuanku yang ikut ekskul sama denganku. Tanpa sepengetahuanku dan Dwiga, beberapa dari mereka mengorek obrolan yang pernah terjadi antara aku dengan Dwiga di Facebook. Setelah mereka akhirnya tahu bahwa ad hubungan special antara aku dengan Dwiga, mereka tiba-tiba melabrakku dan aku sungguh tak tahu apa maksud mereka. Ternyata mereka juga menyukai Dwiga dan jealous terhadap cewek  yang dekat dengan Dwiga. Lalu, mereka spontan menjauhiku sehingga aku kalut saat itu karena ditinggal oleh teman-teman. Di saat itupun, Dwiga datang menghubungiku lewat SMS dan mencoba menenangkanku walaupun Dwiga sedang menuntut ilmu di sekolah lain yang tidak setingkat denganku.
                Teman-temanku ternyata tak hanya menjauhiku saja, tetapi mereka juga menyebarkan berita tentang hubunganku dengan Dwiga. Sehingga beberapa pelatih akhirnya tahu tentang hubunganku dengan Dwiga. Di lain kondisi Dwiga selalu mencoba menenangkan hatiku dan menjaga erat hubungan kami.
                Hari demi hari kulalui terasa indah dengan Dwiga. Lebih-lebih ketika latihan. Dwiga tak segan-segan menunjukkan kasih sayangnya yang lebih kepadaku di hadapan teman-temanku yang lain. Sudah sebulan lamanya aku menjalin asmara dengan Dwiga. Tepat pada malam akhir bulan Oktober. Tiba-tiba Ayahku ingin berbicara serius kepadaku. Beliau berkata bahwa aku merupakan gadis satu-satunya yang ia miliki. Karena itu, Ayah ingin aku memilih di antara dua pilihan yaitu Cita-cita atau Cinta. Aku harus memilih salah satu dari itu yang merupakan keputusan terbaikku. Entah sebab apa dan darimana Ayah tahu tentang cintaku kepada seorang pelatih. Beliau berkata kalau aku memilih cita-cita, aku harus meninggalkan cinta, aku tak boleh jatuh cinta apalagi bercinta dengan cowok siapapun sebelum waktunya, temasuk pelatih ekskul bela diriku yang mayoritas cowok. Aku sudah menduga kalau Ayah sudah mengetahui hubunganku dengan Dwiga melalui mata batinnya. Perasaanku sudah tegang saat itu. Kemudian aku terlepas dari ketegangan dan sejenak berfikir. Sebaiknya aku memilih cita-cita. Karena usiaku masih belia dan harus melepaskan segala cinta yang ada pada diriku saat ini. Ayah tersenyum mendengar keputusanku itu. Namun, aku tak kan pernah bisa melepas Dwiga dari hatiku.
                Keesokan harinya, dengan berat hati ku memutuskan hubunganku dengan Dwiga. Karena sebenarnya kami berdua masih saling mencintai dan menyayangi. Tapi mau bagaimana lagi. Orang tuaku sudah mengambilkan jalan yang terbaik untukku dan masa depanku. Di saat itu, teman-teman perempuanku malah tersenyum bahagia karena sudah tiada lagi cewek yang dekat dengan Dwiga sehingga mereka mengambil kesempatan dalam hal ini. Sebenarnya Dwiga juga belum bisa menerima keputusanku, tapi dengan berat hati dia akhirnya bisa mengerti juga. Dan mulai kini, aku memusatkan diri pada cita-citaku. Dan untuk Dwiga, sayangku. Aku masih menyayangimu walau kini kita telah berpisah dan aku telah berpaling pada keputusan yang terbaik untuk masa depanku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar